Chat Box

11/13/12

Kegalauan Berdemokrasi (2)

lanjutan dari http://koneksiputus.blogspot.com/2012/11/kegalauan-berdemokrasi.html


Memasuki orde baru (1966-1998) demokrasi cukup berjalan stabil. Hal ini terbukti dengan sukses diadakannya 6 Pemilu ( 1971,1977,1982,1987,1992,1997). Pada masa itu rakyat menggunakan hak suaranya dengan memilih partai politik yang pilihannya itu-itu saja. Rakyat yang mulai mengerti masalah politik mencurigai adanya hal yang tidak beres. Banyak pertanyaan yang muncul mengenai transparansi pemilihan presiden. Pertanyaan – pertanyaan itu hanya menjadi perasaan tidak menentu yang tersirat dalam hati rakyat karena pemerintah selalu mengambil langkah tegas terhadap kritikan-kritikan yang ada. Begitu juga dengan pers yang dibatasi. Pada waktu itu orang merasa tidak bebas mengeluarkan pendapat. Bukankah salah satu ciri dari negara demokrasi adalah rakyat yang bebas mengemukakan pendapat?. Itu lah letak kegalauan pada orde baru. Seharusnya jika memang negara ini demokratis, kebebasan berpendapat tidak terkekang seperti itu. Krisis ekonomi dan KKN yang meluas menyebabkan gelombang demonstrasi yang besar. Rakyat menuntut adanya reformasi. Orde baru pun berakhir ditangan rakyat.

Masuk ke era reformasi dimana perbaikkan-perbaikkan dari kegagalan masa lalu dimulai. Pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah juga menjamin kebebasan pers. Di era ini demokrasi mulai terasa sampai tingkat RT. Di lingkungan RT saya pemilihan ketua RT dilakukan dengan cara pengambilan suara terbanyak oleh seluruh warga. Begitu juga dengan pemilihan ketua RW. Tidak hanya itu, di SMP saya dulu pemilihan ketua kelas dilakukan dengan pengambilan suara terbanyak. Sama halnya di SMA, saya ikut “mencontreng” kertas suara dalam pemilihan ketua OSIS. Di level terkecil pun iklim demokrasi Indonesia berjalan dengan baik. Semua orang ambil bagian dalam memilih pemimpin. Memang sudah seharusnya rakyat menentukan arah kehidupannya dan berpartisipasi dalam menentukan kebijakan.

Ada satu hal yang menjadi kegalauan berdemokrasi di era reformasi ini, yaitu apakah aspirasi rakyat sudah benar-benar tersalurkan atau belum?. Dewasa ini banyak rakyat yang demonstrasi menyalurkan aspirasi. Tapi banyak juga masyarakat yang merasa pemerintah belum menindaklanjuti aspirasi mereka. Dimana peran anggota DPR yang merupakan penampung aspirasi rakyat?. Bahkan sekarang banyak yang sudah tidak percaya dengan DPR karena tidak sedikit anggotanya yang tersangkut kasus korupsi. Rakyat yang sudah mulai mengerti demokrasi dikecewakan oleh wakilnya yang terkesan hanya ingin menimbun kekayaan. Hal tersebut membuat peran rakyat dalam menentukan kebijakan sangat minim. Kedaulatan yang katanya di tangan rakyat pun seolah-olah menjadi omong kosong.

Kegalauan berdemokrasi pada masa lalu terletak pada tidak jelasnya bentuk demokrasi itu sendiri dan masih awamnya rakyat mengenai demokrasi. Menurut Internasional Commision of Jurits, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Intinya rakyat memegang penuh kedaulatan, presiden dan wakil rakyat adalah pengemban amanat rakyat. Namun yang terjadi pada masa lalu justru presiden dan parlemen lah yang dominan. Pada saat ini kondisinya lebih baik, rakyat lebih aktif mengawasi jalannya pemerintahan berdampingan dengan pers. Yang menjadi persoalan adalah masalah terputusnya aliran aspirasi rakyat.

Dahulu pada saat awal sistem demokrasi lahir terdapat bentuk demokrasi langsung. Sistem demokrasi langsung memungkinkan setiap warga negara mengemukakan pendapatnya secara langsung tanpa diwakilkan oleh orang lain. Di negara kota (polis) Athena, seluruh warga berkumpul dalam satu forum untuk mengutarakan pendapatnya masing-masing. Hal tersebut masih memungkinkan karena jumlah penduduk sedikit dan hanya laki-laki saja yang boleh menggunakan hak suaranya. Sekarang berkumpulnya seluruh rakyat Indonesia dalam satu forum merupakan hal yang hampir mustahil.

Sebenarnya dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah maju kita bisa mengumpulkan aspirasi seluruh rakyat. Saat ini sudah banyak masyarakat yang mengenal internet dan dapat menggunakan alat komunikasi seperti handphone. Mengapa hal tersebut tidak dimanfaatkan?.

Sudah ada contoh penggunaan teknologi dalam berdemokrasi yaitu forum-forum diskusi di internet. Ada sebuah forum internet di Indonesia yang memiliki jumlah anggota sebanyak 4 juta. Diskusi dalam forum tersebut sangat rapih dan terorganisir dengan baik. Setiap anggotanya bebas berbagi dan mengeluarkan pendapat asal sesuai aturan. Yang menjadi tantangan adalah tidak meratanya perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia. Untuk hal yang seperti itu diperlukan penanganan khusus. Saya yakin dengan menggunakan bantuan teknologi informasi dapat mengurangi terputusnya aliran aspirasi. Asalkan pemerintah memfasilitasi dan rakyatnya aktif berpartisipasi. Optimislah terhadap kemajuan demokrasi Indonesia kalau tidak mau mengikuti sistem monarkhi absolut dimana kekuasan ditangan raja secara penuh. Sambil menunggu sistem pemerintahan yang lebih baik, kita sempurnakan demokrasi yang sudah berjalan di Indonesia. Lebih baik ketimbang galau, bukan?. (selesai)

Kegalauan Berdemokrasi

Ini juga essay saya yang dikirim ke KEM 2012. Hasilnya gagal juga hehehe. Memang saya rasa juga tulisan yang ini kurang greget. Tapi saya ga tau yang mana yang kurang greget. Mungkin saya akan mengetahuinya setelah membaca komentar anda sekalian :P.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Galau merupakan kata yang banyak disebut-sebut oleh remaja Indonesia saat ini. Menurut definisi yang sebenarnya, galau berarti sibuk beramai-ramai. Pada era terkini kata galau memiliki makna lain yang berarti perasaan yang tidak jelas atau tidak menentu, perasaan bingung atau bimbang terhadap sesuatu. Sedangkan demokrasi merupakan suatu sistem politik yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Banyak yang berpendapat kalau demokrasi merupakan pilihan yang terbaik untuk rakyat. Ada benarnya pernyataan tersebut mengingat daripada tunduk dibawah kekuasaan monarki absolut lebih baik rakyat yang menentukan jalan hidupnya masing – masing. Apa yang terjadi jika kedaulatan itu dipegang oleh rakyat yang awam?. Saya rasa akan timbul benturan-benturan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan rakyat tentang mengurus sebuah negara. Dari sanalah muncul suatu kegalauan dalam berdemokrasi di Indonesia.

Kegalauan berdemokrasi tidak hanya terjadi pada era reformasi. Dari awal terbentuknya negara ini sudah mengalamai berbagai gejala-gejala galau. Pada masa revolusi, demokrasi kita memang masih belum tertata dengan baik. Titik kegalauannya terjadi pada saat presiden di bantu oleh KNIP membidani MPR, DPR, DPA. Terbentuk kesan bahwa presiden merupakan pemegang kekuasaan penuh atas pemerintahan padahal dalam demokrasi kekuasaan berada di tangan rakyat. Untuk itu dikeluarkan maklumat wakil presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945 tentang fungsi KNIP sebagai lembaga legislatif, maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik dan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer. KNIP yang beranggotakan para pendiri negara diposisikan sebagai wakil rakyat. Hal tersebut tidak terlalu bermasalah karena wakil rakyatnya merupakan orang – orang yang benar-benar ingin membangun Indonesia disamping rakyat Indonesia yang umumnya masih awan urusan kenegaraan.

Orde lama merupakan era terjadinya banyak kegalauan. Sistem pemerintahan silih berganti dimulai dari demokrasi liberal (1950 – 1959) kemudian sistem demokrasi terpimpin (1959-1966). Pada masa sistem demokrasi liberal, presiden hanya sebagai simbol negara. Banyak terjadi pergantian perdana menteri beserta kabinetnya dikarenakan kuatnya pengaruh parlemen. Jika ada perdana menteri yang bertentangan dengan parlemen maka langsung diganti. Kenyataannya parlemen juga gagal membentuk undang-undang pengganti UUDS 1950 sehingga sistem demokrasi liberal “dibunuh” dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dimulai suatu babak baru sistem pemerintahan dengan diusungnya sistem demokrasi terpimpin. Dalam sistem ini, presiden memiliki kekuasaan dominan karena didukung oleh DPR-GR yang menggantikan parlemen sebelumnya. Bahkan oleh DPR-GR ini presiden ditunjuk sebagai presiden seumur hidup. Hal itu menimbulkan banyaknya protes dari kalangan intelektual. Pada saat itu juga paham komunis berkembang pesat. Banyak rakyat kecil yang memilih bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena partai tersebut dianggap lebih pro rakyat. Akhirnya sistem ini berakhir dengan adanya peristiwa G30S/PKI. Pergantian sistem pemerintahan pada orde lama memberikan kesan adanya perebutan kekuasaan antara parlemen dengan presiden. Apakah itu yang dinamakan demokrasi?. Dimana posisi rakyat yang seharusnya menjadi pemegang kedaulatan?.  Galau lagi. (bersambung)

Republic Of Heaven (2)

lanjutan dari republic of heaven


Jika diteliti lebih lanjut, penyebab konflik kemungkinan besar disebabkan karena adanya hasutan atau provokasi dari pihak yang tidak ingin melihat Indonesia damai. Selain itu kurangnya pengetahuan akan kebangsaan pada masyarakat dapat membuat masyarakat dengan mudah diadu domba. Ada juga orang yang terlalu memaksakan ide-idenya tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Tidak sedikit ide – ide atau pemikiran yang dikemukakan cenderung mementingkan golongan sendiri daripada kepentingan bangsa. Mau tidak mau pemikiran seperti itu mendapatkan tentangan dan akhirnya berujung konflik. Sudah banyak contoh kasus dari adanya gesekan ide atau pemikiran seperti DI/TII, PRRI/Permesta, G30S/PKI, GAM, OPM dan lain-lain. Pergolakan-pergolakan seperti itu terus terjadi hingga detik ini. Masih ada saudara kita yang ingin berpisah dari NKRI karena merasa memiliki warna kulit yang berbeda. Hal tersebut sangat bertentangan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menghedaki diterimanya setiap perbedaan.

Masih ada waktu untuk memperbaiki semua ini sebelum “penyakit” ini meluas dan menjadi akut. Ada beberapa langkah yang harus bangsa ini ambil jika tidak mau hancur karena tidak mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Pertama, perlu ditanamkannya arti Indonesia yang sesungguhnya dengan memberikan wawasan kebangasaan pada generasi muda. Konsep kebangsaan Indonesia sudah terkandung dalam Pancasila dan pembukaan Undang – Undang Dasar 1945. Inti dari konsep tersebut adalah bangsa Indonesia menolak segala diskriminasi, suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial[1]. Jadi jika kita berbicara tetang Indonesia, pikiran kita otomatis membayangkan negara yang bebas dari diskriminasi karena bangsanya dapat saling memahami dan memaklumi keberagaman. Konsep kebangsaan itu juga harus dijiwai sehingga kita akan selalu merasa bahwa kita adalah bangsa besar yang dengan arif dan bijaksana saling membantu tanpa melihat perbedaan.

Kedua, menjaga nilai-nilai kebersamaan yang sudah ada dari zaman sebelum kemerdekaan. Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal dengan budaya gotong-royongnya. Saling membantu sesama dengan ikhlas tanpa melihat latar belakang serta saling memberi tanpa melihat perbedaan agama dan suku. Saya sendiri merasa beruntung hidup dilingkungan yang cukup menjunjung tinggi kebersamaan. Tidak peduli dengan keturunan atau pun golongan, bila ada tetangga yang sedang kesusahan ya dibantu. Contoh nyata yang saya alami adalah ketika momen buka puasa bersama. Pada saat itu tidak hanya teman saya yang muslim saja yang membantu melancarkan acara tersebut tetapi juga teman saya yang non muslim. Mereka membantu dengan tenaga maupun dana. Saya menjadi lupa kalau saya sedang melepas rangkaian ibadah seharian yaitu berpuasa. Alangkah indahnya jika seluruh masyarakat Indonesia seperti ini.

Ketiga, diperlukan sebuah edukasi mengenai adanya upaya memburamkan dasar negara yang berujung pada tercerai berainnya persatuan dan kesatuan. Pada zaman sekarang perang tidak hanya dengan kontak fisik semata, melainkan dengan pemikiran-pemikiran yang dapat dengan mudahnya disusupkan kepada masyarakat awam. Kita bisa melihat banyak masyarakat dengan mudahnya terprovokasi untuk bertindak anarki. Pikiran manusia dimanipulasi untuk kepentingan seseorang dalam sebuah “perang”  yang menginginkan bangsa kita terpecah belah. Pemikiran-pemikiran tersebut ditanamkan diberbagai kesempatan dan tempat seperti di kampus, di terminal, di diskusi-diskusi tidak resmi dan lainya. Yang perlu menjadi pegangan bagi generasi muda adalah bahwa dalam kehidupan termasuk kehidupan bernegara pasti selalu ada pihak yang tidak senang dengan kedamaian dan kebahagiaan yang kita peroleh. Pihak yang tidak senang melakukan segala cara seperti provokasi untuk merusak kebahagiaan kita. Untuk itu bila ada suatu permasalahan lebih baik diselesaikan dengan mencari akar permasalahannya terlebih dahulu dengan pikiran yang tenang dan jernih. Biasakan kita bersikap kritis terhadap sesuatu yang menurut kita tidak sesuai dan diskusikan hal tersebut dengan orang yang kita percaya.

Ketiga hal tersebut menurut saya dapat meminimalisir terkikisnya kebhinnekaan di Indonesia. Dalam prakteknya ketiga hal tersebut dapat berarti jika semua komponen bangsa menjalankannya. Dari tokoh Balian dalam film Kingdom of Heaven, setidaknya dapat kita saksikan bahwa Balian sudah menjalankan poin kedua dan ketiga. Balian bergotong royong bersama pasukannya yang berasal dari berbagai latar belakang dan juga penduduk Jerusalem yang heterogen untuk mempertahankan kota Jerusalem. Selain itu Balian juga tidak terprovokasi dengan sikap fanatik Guy de Lusignan dan Reynald de Chatillon. Hasilnya kita dapat kita lihat di akhir film bahwa penduduk muslim dan non muslim dapat hidup bersama dengan damai. Semoga hal seperti itu juga tercipta di negeri ini, Republik Indonesia, Republic of Heaven.




[1] Soedito Adjisoedarmo, dkk, Jatidiri Unsoed, Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman, 2011, hlm.64.

Republic Of Heaven

Nah ini tulisan perdana setelah saya relaunch blog... Sebenarnya ini essay yang judulnya "Republic of Heaven" . ini tulisan yang saya kirim ke KEM 2012..tapi sayangnya gagal menembus kerasnya dunia tulis menulis hehehe..untuk itu saya publish disini supaya bisa dapat masukan dari pembaca sekalian.

oh iya, karena tulisannya panjang saya bikin part 1, part 2 dan seterusnya..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------


Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari sebuah film. Walaupun film itu dibuat untuk menghibur, tetapi ada pesan moral yang dapat kita petik. Dari ratusan judul film, Kingdom of Heaven adalah film yang paling menarik perhatian saya. Film tersebut tidak hanya menyajikan pertempuran yang dibungkus akting kelas wahid dan efek yang aduhai tetapi juga mengangkat sejarah yang pernah terjadi dan berpengaruh bagi umat manusia. Film ini diawali dengan kisah seorang tentara salib yang telah menjadi bangsawan di Timur Tengah bernama Godfrey de Ibelin. Sang bangsawan pulang ke negaranya untuk mencari anaknya yang telah lama ditinggalkan dan hendak mengajak anaknya ke Jerusalem, tempat perang salib berkecamuk.

Singkat cerita, Godfrey meninggal saat perjalanan kembali ke Jerusalem. Anaknya, Balian,  di angkat menjadi ksatria dan memimpin pasukan ayahnya serta mengurus sebuah tempat di Timur Tengah bernama Ibelin. Godfrey sempat memberi wejangan kepada Balian bahwa apapun yang terjadi lindungi orang yang lemah dan jangan pernah takut pada musuh. Balian mendapati ayahnya merupakan orang kepercayaan penguasa Jerusalem, Raja Baldwin IV, yang berhasil mempengaruhi sang raja untuk tidak menyatakan perang terhadap kaum muslim sehingga perdamaian di Timur Tengah tercipta. Untuk meneruskan cita-cita ayahnya itu Balian mendapat tentangan dari Guy de Lusignan dan Reynald de Chatillon. Kedua orang tersebut sangat fanatik dengan agamanya dan memiliki perilaku yang buruk. Suatu ketika, Guy dan Reynald berhasil memprovokasi pasukan Islam dengan membunuh pedagang muslim yang sedang dalam perjalanan bisnisnya. Tentu saja hal ini membuat pemimpin tentara Islam, Salahudin, terpancing untuk menyerang dan merebut kembali Jerusalem dari tentara salib.

Pada suatu saat Raja Baldwin IV wafat karena penyakit lepra. Hal tersebut membuat Guy de Lusignan yang merupakan kakak ipar sang Raja naik tahta. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Guy untuk memulai peperangan dengan tentara muslim. Perang tidak bisa dihindari lagi, tentara salib bukannya mempertahankan Jerusalem malah menyambangi perkemahan tentara muslim yang berjumlah sekitar 200.000 orang. Akibatnya tentara salib habis tidak tersisa. Balian yang tidak mendukung Guy de Lusignan, memilih tetap tinggal di Jerusalem  bersama pasukan yang setia padanya untuk mempertahankan kota tersebut. Dengan kercerdasannya, Balian mempersiapkan segala jebakan yang mampu membuat pasukan muslim gagal menembus dinding kota. Selama berhari – hari pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih besar dari pasukan Balian tidak mampu memasuki kota dan dibuat frustasi. Balian sebenarnya sadar bahwa dengan keadaan yang kalah jumlah pasukan, masuknya pasukan muslim ke Jerusalem hanya tinggal menunggu waktu. Namun, karena kegigihan Balian mempertahankan Jerusalem, Salahudin yang terkenal tanpa kompromi terpaksa mengadakan perjanjian dengan Balian. Ketika mengadakan perjanjian, Salahudin menanyakan apa alasan Balian mempertahankan kota yang bukan kampung halamanya itu. Balian mengatakan kepada Salahudin bahwa di kota itu terdapat anak kecil, orang tua dan perempuan yang wajib dilindungi. Mendengar pernyataan Balian, Salahudin lantas menjamin keselamatan penduduk Jerusalem baik itu muslim atau non muslim dan berjanji tidak akan membalaskan dendam muslim yang telah terbunuh oleh tentara salib. Kemudian kota Jerusalem jatuh ke tangan muslim tanpa adanya korban penduduk sipil. Tentara salib dan penduduk non muslim yang keluar dari kota dikawal sampai pelabuhan dengan aman oleh tentara muslim.

Apa yang membuat seorang pemimpin kharismatik nan tegas seperti Salahudin tidak membalaskan dendam umat muslim yang terbunuh?. Rupanya keteguhan hati Balian untuk melindungi orang lemah tanpa memandang ras, agama, suku dan bangsa yang membuat Salahudin mengurungkan niatnya untuk menyapu bersih kota Jerusalem berserta isinya. Dari sini dapat kita ambil hikmah bahwa sesungguhnya menerima dan menghormati perbedaan seperti yang dilakukan Balian dapat mewujudkan perdamaian dan menghindari jatuhnya korban. Lalu apa hubungannya dengan kebhinnekaan yang ada di Indonesia?. Dalam film terdapat konflik yang sebenarnya juga terjadi di Indonesia yaitu masalah perbedaan keyakinan. Walaupun konflik yang terjadi tidak sampai melecut perang saudara, tetapi konflik tersebut sudah mencederai keberagaman yang ada di Indonesia. Konflik seperti itu tidak hanya terjadi atas nama perbedaan keyakinan, namun meluas sampai pada perbedaan suku, ras, adat istiadat, bahasa bahkan politik.

Konflik – konflik seperti ini jika terus dibiarkan maka akan mengarah pada perpecahan. Jika sudah dalam kondisi seperti itu, bangsa lain dengan mudah mengambil kesempatan untuk menguasai kekayaan alam yang ada di Indonesia. Sungguh ironis memang, disaat bangsa kita sibuk berselisih dengan sesama, justru bangsa lain yang menikmati kekayaan Indonesia. Jadi jangan heran jika masih banyak rakyat Indonesia yang merasa masih terjajah padahal sudah merdeka. Yang terbaru terkait perselisihan pendapat sesama bangsa Indonesia adalah kasus yang terjadi di Sampang. Bagaimana bisa masalah pribadi dikaitkan dengan perbedaan pendapat dalam beragama?, sehingga menyebabkan dibakarnya rumah warga syiah. Tragisnya pelaku pembakaran masih terhitung tetangganya sendiri. Kejadian tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia, banyak huru-hara beraroma SARA mulai dari kasus Cikeusik, gereja filadelfia, gerakan separatisme di beberapa daerah sampai konflik di Ambon. Semuanya membuat kebhinnekaan sama sekali tidak terlihat di Indonesia. Banyak orang menyuarakan dengan lantang bahwa kelompok atau golongannya yang paling benar. Orang yang di luar golongan mereka wajib disingkirkan. Kalau semua orang di Indonesia berwatak seperti itu, apa artinya bangsa Indonesia yang terkenal ramah dengan wisatawan asing tapi saling sikut dengan saudara sebangsanya?. (bersambung)
Tidak terasa sudah 1,5 tahun tidak posting lagi di blog ini. Kalau saya tidak salah, terakhir kali posting bulan Februari 2011. Setelah itu blog ini sepi postingan. Absennya saya di dunia blogging selama 1,5 tahun itu dikarenakan beberapa hal, yang pertama karena waktu itu saya harus persiapan UAS dan UAN. Kedua, waktu itu saya ga punya sama sekali ide buat nulis apapun di blog ini, udah gitu saya juga harus ikut ujian masuk perguruan tinggi di sana-sini. Ketiga, setelah keterima di Universitas Jenderal Soedirman saya jadi sibuk sama dunia baru saya di kampus :P . Sempat terbesit keinginan buat posting lagi..tapi saya lupa password blog ini. Dan alhamdulillah saya inget lagi password walaupun agak telat karena ide - ide untuk nulis sudah menguap sejak lama hahaha.

Sekarang saya mulai mencoba menulis lagi di blog.Namun saya sedikit merubah visi dan misi blog ini agar nantinya yang tampil di blog ini merupakan tulisan-tulisan yang berkualitas :). Maklum, sekarang udah jadi mahasiswa jadi tulisan-tulisannya harus bener-bener "ngena". Dengan kemampuan jurnalistik saya yang masih "cetek" saya mencoba menampilkan tulisan-tulisan yang benar-benar segar, fresh from my mind ! . Mungkin nanti saya posting tulisan - tulisan saya yang gagal tembus media cetak atau bahkan yang sudah tembus media cetak (amin). Tapi mungkin juga nanti ada tulisan yang copy-paste tapi beretika (nulis sumbernya) hehehe dan mungkin laporan-laporan praktikum saya dari dunia pertanian xD. Saya juga ga akan curhat-curhatan di sini karena yang seperti itu saya tuangkan hanya ke tumblr saya.

oke lah saya rasa ga perlu banyak kata lagi..nikmati aja sajian dari saya. terima kasih sudah berkunjung di blog ini :) 



Admin 

nb : mungkin dulu saya sering nulis tentang masalah IT, tapi sekarang bisa jadi saya banyak bahas masalah pertanian. hehehe maklum, mahasiswa pertanian sekarang :P