Chat Box

3/16/13

Rukmakala


Tulisan ini sebenarnya sudah lama mau saya posting. Tapi baru sempat sekarang hehehe...selamat membaca.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------


Pemilu baru akan dimulai tahun depan. Semua pelaku politik mulai merapatkan barisan. Membenahi yang dirasa kurang beres, memperbaiki yang dirasa kurang baik. Meskipun masih ada waktu kurang lebih satu tahun, para elite politik tidak ingin membuang-buang waktu. Mungkin yang ada dalam benak mereka, semakin cepat berbernah semakin besar peluang memenangi pemilu 2014. Salah satu aksi “beres-beres’ yang hangat dibicarakan adalah tindakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil alih Partai Demokrat (PD). SBY dan beberapa elite PD menilai Anas sebagai biang keladi merosotnya elektabilitas PD.

Bertindak sebagai ketua majelis tinggi partai, SBY meminta ketua umum PD, Anas Urbaningrum untuk fokus terhadap kasus dugaan korupsi yang menimpa Anas.  Memang tidak ada salahnya mengurus parpol, namun bila dilakukan dengan terburu-buru dapat menjadi bumerang. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Presiden berserta jajaran kementerian. Pertumbuhan ekonomi yang menurun dan tidak meratanya kesejahteraan rakyat merupakan bagian dari pekerjaan rumah itu.

Banyak yang mempertanyakan keseriusan presiden dan kabinet dalam menyikapi masalah negara di tahun politik ini. Mengapa presiden harus turun tangan membenahi parpolnya?. Mengapa menteri kabinet juga ikut sibuk mengurus parpol?.

Di balik setiap tindakan manusia terdapat beribu alasan logis dan faktor yang berpengaruh. Salah satu faktor yang mungkin berpengaruh adalah Rukmakala. Dalam dunia perwayangan, ada sebuah lakon yang berjudul Dewa Ruci. Dalam kisah tersebut seorang ksatria bernama Bima ditugaskan gurunya untuk mencari air kehidupan yang dapat menuntunnya menuju kesempurnaan sejati.

Pada perjalanan yang penuh rintangan tersebut Bima bertemu dua raksasa. Salah satu dari dua raksasa itu bernama Rukmakala. Rukma berarti emas yang identik dengan harta dan tidak jauh perkara takhta, sedangkan Kala berarti raksasa. Rukmakala boleh jadi merupakan simbol harta dan takhta yang bisa menjadi penghambat atau penggoda manusia dalam mencapai tujuan mulia.

Pada setiap tahun politik banyak elite parpol yang mengumbar janji-janji yang isinya sangat mulia. Entah dilandasi hati nurani atau sekedar ingin membesarkan Rukmakala dalam diri, yang jelas menjelang tahun politik berikutnya tujuan mulia yang dulu digaungkan tidak terdengar lagi. Mungkin yang mereka lihat adalah Rukmakala yang sudah menjadi besar, sehingga perlu waktu dan tempat ekstra untuk memeliharanya. Apapun mereka lakukan demi mempertahankan raksasa tersebut. Berbanding terbalik dengan yang dilakukan Bima, sebagai seorang ksatria yang memiliki tujuan mulia, dia berani melawan raksasa tersebut. Dengan dilandasi kesungguhan hati dan niat tulus, Bima mampu mengalahkan Rukmakala dan melewati berbagai rintangan hingga akhirnya mencapai kesempurnaan hidup.

Alangkah indahnya jika orang-orang yang mau mengurus negara ini adalah mereka yang jujur, adil, tulus, ikhlas dan bersungguh-sungguh menjalani pengabdiannya. Mereka yang mampu mengalahkan Rukmakala dalam diri sendiri, akan mendapatkan pengakuan dan dukungan rakyat tanpa perlu kampanye. Tidak perlu memikirkan elektabilitas yang menurun karena rakyat tidak membutuhkannya. Rakyat hanya butuh kerja nyata seorang pemimpin. Terlepas dari fokus atau tidaknya presiden dan kabinet dalam menggapai tujuan mulianya, rakyat Indonesia selalu berharap memiliki pemimpin yang tidak silau harta dan takhta.

No comments: