Chat Box

11/13/12

Republic Of Heaven (2)

lanjutan dari republic of heaven


Jika diteliti lebih lanjut, penyebab konflik kemungkinan besar disebabkan karena adanya hasutan atau provokasi dari pihak yang tidak ingin melihat Indonesia damai. Selain itu kurangnya pengetahuan akan kebangsaan pada masyarakat dapat membuat masyarakat dengan mudah diadu domba. Ada juga orang yang terlalu memaksakan ide-idenya tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Tidak sedikit ide – ide atau pemikiran yang dikemukakan cenderung mementingkan golongan sendiri daripada kepentingan bangsa. Mau tidak mau pemikiran seperti itu mendapatkan tentangan dan akhirnya berujung konflik. Sudah banyak contoh kasus dari adanya gesekan ide atau pemikiran seperti DI/TII, PRRI/Permesta, G30S/PKI, GAM, OPM dan lain-lain. Pergolakan-pergolakan seperti itu terus terjadi hingga detik ini. Masih ada saudara kita yang ingin berpisah dari NKRI karena merasa memiliki warna kulit yang berbeda. Hal tersebut sangat bertentangan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menghedaki diterimanya setiap perbedaan.

Masih ada waktu untuk memperbaiki semua ini sebelum “penyakit” ini meluas dan menjadi akut. Ada beberapa langkah yang harus bangsa ini ambil jika tidak mau hancur karena tidak mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Pertama, perlu ditanamkannya arti Indonesia yang sesungguhnya dengan memberikan wawasan kebangasaan pada generasi muda. Konsep kebangsaan Indonesia sudah terkandung dalam Pancasila dan pembukaan Undang – Undang Dasar 1945. Inti dari konsep tersebut adalah bangsa Indonesia menolak segala diskriminasi, suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial[1]. Jadi jika kita berbicara tetang Indonesia, pikiran kita otomatis membayangkan negara yang bebas dari diskriminasi karena bangsanya dapat saling memahami dan memaklumi keberagaman. Konsep kebangsaan itu juga harus dijiwai sehingga kita akan selalu merasa bahwa kita adalah bangsa besar yang dengan arif dan bijaksana saling membantu tanpa melihat perbedaan.

Kedua, menjaga nilai-nilai kebersamaan yang sudah ada dari zaman sebelum kemerdekaan. Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal dengan budaya gotong-royongnya. Saling membantu sesama dengan ikhlas tanpa melihat latar belakang serta saling memberi tanpa melihat perbedaan agama dan suku. Saya sendiri merasa beruntung hidup dilingkungan yang cukup menjunjung tinggi kebersamaan. Tidak peduli dengan keturunan atau pun golongan, bila ada tetangga yang sedang kesusahan ya dibantu. Contoh nyata yang saya alami adalah ketika momen buka puasa bersama. Pada saat itu tidak hanya teman saya yang muslim saja yang membantu melancarkan acara tersebut tetapi juga teman saya yang non muslim. Mereka membantu dengan tenaga maupun dana. Saya menjadi lupa kalau saya sedang melepas rangkaian ibadah seharian yaitu berpuasa. Alangkah indahnya jika seluruh masyarakat Indonesia seperti ini.

Ketiga, diperlukan sebuah edukasi mengenai adanya upaya memburamkan dasar negara yang berujung pada tercerai berainnya persatuan dan kesatuan. Pada zaman sekarang perang tidak hanya dengan kontak fisik semata, melainkan dengan pemikiran-pemikiran yang dapat dengan mudahnya disusupkan kepada masyarakat awam. Kita bisa melihat banyak masyarakat dengan mudahnya terprovokasi untuk bertindak anarki. Pikiran manusia dimanipulasi untuk kepentingan seseorang dalam sebuah “perang”  yang menginginkan bangsa kita terpecah belah. Pemikiran-pemikiran tersebut ditanamkan diberbagai kesempatan dan tempat seperti di kampus, di terminal, di diskusi-diskusi tidak resmi dan lainya. Yang perlu menjadi pegangan bagi generasi muda adalah bahwa dalam kehidupan termasuk kehidupan bernegara pasti selalu ada pihak yang tidak senang dengan kedamaian dan kebahagiaan yang kita peroleh. Pihak yang tidak senang melakukan segala cara seperti provokasi untuk merusak kebahagiaan kita. Untuk itu bila ada suatu permasalahan lebih baik diselesaikan dengan mencari akar permasalahannya terlebih dahulu dengan pikiran yang tenang dan jernih. Biasakan kita bersikap kritis terhadap sesuatu yang menurut kita tidak sesuai dan diskusikan hal tersebut dengan orang yang kita percaya.

Ketiga hal tersebut menurut saya dapat meminimalisir terkikisnya kebhinnekaan di Indonesia. Dalam prakteknya ketiga hal tersebut dapat berarti jika semua komponen bangsa menjalankannya. Dari tokoh Balian dalam film Kingdom of Heaven, setidaknya dapat kita saksikan bahwa Balian sudah menjalankan poin kedua dan ketiga. Balian bergotong royong bersama pasukannya yang berasal dari berbagai latar belakang dan juga penduduk Jerusalem yang heterogen untuk mempertahankan kota Jerusalem. Selain itu Balian juga tidak terprovokasi dengan sikap fanatik Guy de Lusignan dan Reynald de Chatillon. Hasilnya kita dapat kita lihat di akhir film bahwa penduduk muslim dan non muslim dapat hidup bersama dengan damai. Semoga hal seperti itu juga tercipta di negeri ini, Republik Indonesia, Republic of Heaven.




[1] Soedito Adjisoedarmo, dkk, Jatidiri Unsoed, Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman, 2011, hlm.64.

No comments: