Chat Box

11/13/12

Republic Of Heaven

Nah ini tulisan perdana setelah saya relaunch blog... Sebenarnya ini essay yang judulnya "Republic of Heaven" . ini tulisan yang saya kirim ke KEM 2012..tapi sayangnya gagal menembus kerasnya dunia tulis menulis hehehe..untuk itu saya publish disini supaya bisa dapat masukan dari pembaca sekalian.

oh iya, karena tulisannya panjang saya bikin part 1, part 2 dan seterusnya..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------


Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari sebuah film. Walaupun film itu dibuat untuk menghibur, tetapi ada pesan moral yang dapat kita petik. Dari ratusan judul film, Kingdom of Heaven adalah film yang paling menarik perhatian saya. Film tersebut tidak hanya menyajikan pertempuran yang dibungkus akting kelas wahid dan efek yang aduhai tetapi juga mengangkat sejarah yang pernah terjadi dan berpengaruh bagi umat manusia. Film ini diawali dengan kisah seorang tentara salib yang telah menjadi bangsawan di Timur Tengah bernama Godfrey de Ibelin. Sang bangsawan pulang ke negaranya untuk mencari anaknya yang telah lama ditinggalkan dan hendak mengajak anaknya ke Jerusalem, tempat perang salib berkecamuk.

Singkat cerita, Godfrey meninggal saat perjalanan kembali ke Jerusalem. Anaknya, Balian,  di angkat menjadi ksatria dan memimpin pasukan ayahnya serta mengurus sebuah tempat di Timur Tengah bernama Ibelin. Godfrey sempat memberi wejangan kepada Balian bahwa apapun yang terjadi lindungi orang yang lemah dan jangan pernah takut pada musuh. Balian mendapati ayahnya merupakan orang kepercayaan penguasa Jerusalem, Raja Baldwin IV, yang berhasil mempengaruhi sang raja untuk tidak menyatakan perang terhadap kaum muslim sehingga perdamaian di Timur Tengah tercipta. Untuk meneruskan cita-cita ayahnya itu Balian mendapat tentangan dari Guy de Lusignan dan Reynald de Chatillon. Kedua orang tersebut sangat fanatik dengan agamanya dan memiliki perilaku yang buruk. Suatu ketika, Guy dan Reynald berhasil memprovokasi pasukan Islam dengan membunuh pedagang muslim yang sedang dalam perjalanan bisnisnya. Tentu saja hal ini membuat pemimpin tentara Islam, Salahudin, terpancing untuk menyerang dan merebut kembali Jerusalem dari tentara salib.

Pada suatu saat Raja Baldwin IV wafat karena penyakit lepra. Hal tersebut membuat Guy de Lusignan yang merupakan kakak ipar sang Raja naik tahta. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Guy untuk memulai peperangan dengan tentara muslim. Perang tidak bisa dihindari lagi, tentara salib bukannya mempertahankan Jerusalem malah menyambangi perkemahan tentara muslim yang berjumlah sekitar 200.000 orang. Akibatnya tentara salib habis tidak tersisa. Balian yang tidak mendukung Guy de Lusignan, memilih tetap tinggal di Jerusalem  bersama pasukan yang setia padanya untuk mempertahankan kota tersebut. Dengan kercerdasannya, Balian mempersiapkan segala jebakan yang mampu membuat pasukan muslim gagal menembus dinding kota. Selama berhari – hari pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih besar dari pasukan Balian tidak mampu memasuki kota dan dibuat frustasi. Balian sebenarnya sadar bahwa dengan keadaan yang kalah jumlah pasukan, masuknya pasukan muslim ke Jerusalem hanya tinggal menunggu waktu. Namun, karena kegigihan Balian mempertahankan Jerusalem, Salahudin yang terkenal tanpa kompromi terpaksa mengadakan perjanjian dengan Balian. Ketika mengadakan perjanjian, Salahudin menanyakan apa alasan Balian mempertahankan kota yang bukan kampung halamanya itu. Balian mengatakan kepada Salahudin bahwa di kota itu terdapat anak kecil, orang tua dan perempuan yang wajib dilindungi. Mendengar pernyataan Balian, Salahudin lantas menjamin keselamatan penduduk Jerusalem baik itu muslim atau non muslim dan berjanji tidak akan membalaskan dendam muslim yang telah terbunuh oleh tentara salib. Kemudian kota Jerusalem jatuh ke tangan muslim tanpa adanya korban penduduk sipil. Tentara salib dan penduduk non muslim yang keluar dari kota dikawal sampai pelabuhan dengan aman oleh tentara muslim.

Apa yang membuat seorang pemimpin kharismatik nan tegas seperti Salahudin tidak membalaskan dendam umat muslim yang terbunuh?. Rupanya keteguhan hati Balian untuk melindungi orang lemah tanpa memandang ras, agama, suku dan bangsa yang membuat Salahudin mengurungkan niatnya untuk menyapu bersih kota Jerusalem berserta isinya. Dari sini dapat kita ambil hikmah bahwa sesungguhnya menerima dan menghormati perbedaan seperti yang dilakukan Balian dapat mewujudkan perdamaian dan menghindari jatuhnya korban. Lalu apa hubungannya dengan kebhinnekaan yang ada di Indonesia?. Dalam film terdapat konflik yang sebenarnya juga terjadi di Indonesia yaitu masalah perbedaan keyakinan. Walaupun konflik yang terjadi tidak sampai melecut perang saudara, tetapi konflik tersebut sudah mencederai keberagaman yang ada di Indonesia. Konflik seperti itu tidak hanya terjadi atas nama perbedaan keyakinan, namun meluas sampai pada perbedaan suku, ras, adat istiadat, bahasa bahkan politik.

Konflik – konflik seperti ini jika terus dibiarkan maka akan mengarah pada perpecahan. Jika sudah dalam kondisi seperti itu, bangsa lain dengan mudah mengambil kesempatan untuk menguasai kekayaan alam yang ada di Indonesia. Sungguh ironis memang, disaat bangsa kita sibuk berselisih dengan sesama, justru bangsa lain yang menikmati kekayaan Indonesia. Jadi jangan heran jika masih banyak rakyat Indonesia yang merasa masih terjajah padahal sudah merdeka. Yang terbaru terkait perselisihan pendapat sesama bangsa Indonesia adalah kasus yang terjadi di Sampang. Bagaimana bisa masalah pribadi dikaitkan dengan perbedaan pendapat dalam beragama?, sehingga menyebabkan dibakarnya rumah warga syiah. Tragisnya pelaku pembakaran masih terhitung tetangganya sendiri. Kejadian tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia, banyak huru-hara beraroma SARA mulai dari kasus Cikeusik, gereja filadelfia, gerakan separatisme di beberapa daerah sampai konflik di Ambon. Semuanya membuat kebhinnekaan sama sekali tidak terlihat di Indonesia. Banyak orang menyuarakan dengan lantang bahwa kelompok atau golongannya yang paling benar. Orang yang di luar golongan mereka wajib disingkirkan. Kalau semua orang di Indonesia berwatak seperti itu, apa artinya bangsa Indonesia yang terkenal ramah dengan wisatawan asing tapi saling sikut dengan saudara sebangsanya?. (bersambung)

No comments: